Perangkat Pembelajaran Kurikulum 2013

Berbagai materi Mata Pelajaran PJOK jenjang SD dan SMP dapat anda temukan disini.

RPP, Silabus, Prota, Promes, dan lainnya

Perangkat Pembelajaran PJOK jenjang SD dan SMP.

Materi PJOK

Peran aktivitas fisik terhadap pencegahan penyakit - PJOK KELAS IX SMP.

Selasa, 22 Oktober 2024

Koneksi Antar Materi Modul 3.1. Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin

 Salam Olahraga! JAYA! JAYA! JAYA!

Bapak/ibu pembaca yang budiman, dalam tulisan kali ini saya akan menyampaikan sebuah narasi mengenai pembelajaran tentang Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin. Selamat membaca.

===================================ooo00ooo=====================================

  1. Filosofi Ki Hajar Dewantara dan Pratap Triloka dalam Pengambilan Keputusan

Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka sangat relevan dengan pengambilan keputusan seorang pemimpin. Filosofi tersebut yang menekankan "ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani" mengajarkan bahwa pemimpin harus mampu memberikan teladan, memotivasi, dan mendorong orang lain untuk berkembang secara mandiri. Pratap Triloka (Tri Sentra Pendidikan: keluarga, sekolah, masyarakat) juga menunjukkan bagaimana pendidikan tidak hanya tanggung jawab satu pihak, tetapi melibatkan lingkungan yang lebih luas. Filosofi ini berkaitan dengan pengambilan keputusan seorang pemimpin yang mempertimbangkan dampak keputusan pada semua aspek kehidupan peserta didik, mulai dari aspek akademik, sosial, hingga emosional.

  1. Pengaruh Nilai-nilai Diri terhadap Pengambilan Keputusan

Nilai-nilai yang tertanam dalam diri seorang guru sangat mempengaruhi keputusan yang diambil, terutama dalam situasi dilema etika dan bujukan moral. Seorang pemimpin yang memiliki nilai keadilan, integritas, dan empati akan cenderung membuat keputusan yang pada akhirnya didasarkan pada rasa penuh tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan universal, serta berpihak pada murid.

  1. Pengambilan Keputusan dan Coaching

Coaching atau bimbingan oleh fasilitator membantu seorang calon guru penggerak dalam merefleksikan dan mengevaluasi keputusan yang telah diambil. Melalui proses coaching, pertanyaan-pertanyaan kritis diajukan untuk menguji efektivitas keputusan yang diambil, apakah sudah sesuai dengan ketiga prinsip menghadapi pilihan-pilihan yang penuh tantangan etika dan moral yang berlaku yaitu Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking), Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking). Coaching ini membantu menyadari apakah keputusan yang diambil memiliki dampak positif dan berkelanjutan.

  1. Pengaruh Kesadaran Sosial-Emosional dalam Pengambilan Keputusan

Kesadaran sosial-emosional guru sangat berperan dalam pengambilan keputusan, terutama dalam menangani dilema etika dan bujukan moral. Guru yang mampu mengelola emosinya dengan baik akan lebih bijak dalam mempertimbangkan berbagai sudut pandang dan memilih keputusan yang tidak hanya benar secara rasional, tetapi juga berempati pada pihak-pihak yang terlibat termasuk peserta didik dan warga sekolah lainnya. Emosi dalam diri guru yang tidak terkendali atau sulit dikuasai dapat mengaburkan penilaian dan mengarah pada keputusan yang tidak rasional sehingga sulit mengambil keputusan berdasarkan nilai kebajikan.

  1. Studi Kasus Moral dan Nilai yang Dianut

Studi kasus tentang dilema etika selalu mengacu pada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik yaitu nilai-nilai kebajikan universal misalnya Keadilan, Keselamatan, Tanggung Jawab, Kejujuran, Rasa Syukur, Lurus Hati, Berprinsip, Integritas, Kasih Sayang, Rajin, Berkomitmen, Percaya Diri, Kesabaran, Keamanan, dan lain-lain. Nilai-nilai inilah yang akan menjadi pedoman kita dalam memilih tindakan yang paling tepat. Dalam studi kasus mengenai masalah bujukan moral dan dilema etika, nilai-nilai yang dianut oleh pendidik menjadi dasar utama dalam pengambilan keputusan. Tentu juga harus melewati 9 langkah pengujian. Keputusan yang tepat akan mencerminkan integritas dan komitmen terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan pendidikan.

  1. Dampak Pengambilan Keputusan terhadap Lingkungan Belajar

Pengambilan keputusan yang tepat oleh seorang guru penggerak akan menciptakan lingkungan belajar yang positif, kondusif, aman, dan nyaman bagi semua peserta didik Sebaliknya, keputusan yang buruk dapat merusak suasana belajar dan berdampak negatif pada peserta didik. Lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman akan mendorong peserta didik untuk berkembang dengan optimal, baik secara akademik, emosional, dan sosial.

  1. Tantangan dalam Pengambilan Keputusan terhadap Dilema Etika

Tantangan dalam mengambil keputusan etika seringkali terkait dengan perubahan paradigma di lingkungan kita. Tekanan sosial, kepentingan pribadi, dan aturan yang tidak jelas dapat membuat kita berada dalam dilema etika. Tantangan dalam pengambilan keputusan pada bujukan moral dan dilema etika di lingkungan pendidikan biasanya muncul karena adanya perbedaan paradigma atau nilai-nilai yang dianut. Baik itu dari sesama pendidik, kepala seklah, peserta didik, orang tua, dan warga sekolah lainnya. Perubahan paradigma yang lebih terbuka dan berfokus pada pendidikan yang memerdekakan murid dapat membantu mengatasi tantangan tersebut, namun membutuhkan kerja sama dan pemahaman dari seluruh pihak di lingkungan pendidikan. Untuk itulah dibutuhkan kolaborasi dan komunikasi yang efektif antar sesama warga sekolah.

  1. Pengaruh Pengambilan Keputusan terhadap Pengajaran yang Memerdekakan

Keputusan yang diambil oleh seorang guru penggerak harus selaras dengan prinsip pengajaran yang memerdekakan, yaitu memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan potensinya yang beragam. Pemimpin pembelajaran harus mampu merancang pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi murid secara individual. Ini telah terkoneksi dengan modul 1.4 Budaya Positif, Modul 2.1. Pembelajaran untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid (berdiferensiasi), dan Modul 2.2. Pembelajaran Sosial dan Emosional.

  1. Pengaruh Pengambilan Keputusan terhadap Masa Depan Murid

Keputusan yang kita ambil sebagai pemimpin pembelajaran akan sangat mempengaruhi kehidupan dan masa depan peserta didik. Keputusan yang tepat dapat membuka peluang bagi peserta didik untuk meraih kesuksesan, sedangkan keputusan yang salah dapat membatasi potensi mereka. Keputusan yang bijak dan berlandaskan pada nilai-nilai kebajikan universal seperti yang penulis paparkan di atas akan membantu murid dalam mengembangkan potensi diri, menghadapi tantangan masa depan, dan menjadi pribadi yang tangguh, mandiri dan dapat menuntun segala kodrat yang ada pada peserta didik agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

  1. Kesimpulan Akhir dan Keterkaitan dengan Modul Sebelumnya

Modul ini mengajarkan kita bahwa pengambilan keputusan adalah proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek, mulai dari nilai-nilai kebajikan universal, emosional, hingga konteks sosial. Melalui pembelajaran ini, kita diharapkan mampu menjadi pemimpin pembelajaran yang bijaksana dan mampu mengambil keputusan yang terbaik bagi peserta didik. Modul ini memperkuat pemahaman bahwa pengambilan keputusan yang tepat membutuhkan refleksi mendalam, kesadaran akan nilai-nilai yang baik, dan kemampuan dalam menghadapi bujukan moral dan dilema etika. Keterkaitan dengan modul sebelumnya seperti refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, nilai-nilai dan Peran Guru Penggerak, visi guru penggerak, budaya positif, Pembelajaran untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid (berdiferensiasi), Pembelajaran Sosial dan Emosional, termasuk coaching untuk supervisi akademik adalah menguatkan kita untuk menjadi seorang pemimpin. Dimana guru penggerak didorong untuk menjadi pemimpin pembelajaran yang bijak dan berfokus pada pengembangan murid secara holistik.

  1. Pemahaman tentang Dilema Etika, Paradigma, Prinsip, dan Langkah Pengambilan Keputusan

Memahami dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan memberikan panduan dan penguatan yang jelas dalam situasi pengambilan keputusan yang kompleks. Langkah-langkah pengambilan keputusan tersebut membantu saya untuk lebih sistematis dalam proses berpikir dan bertindak dalam menentukan sebuah keputusan yang tepat dan bijak. Hal diluar dugaannya menurut saya adalah mempelajari pengambilan keputusan ini membuat saya semakin berani dalam bertindak apalagi sebagai seorang pemimpin. Karena jika telah melewati berbagai proses yang disebutkan tadi, maka keputusan yang saya ambil adalah keputusan terbaik yang sudah dipertimbangkan dengan benar-benar matang.

  1. Pengalaman Sebelum dan Sesudah Mempelajari Modul Ini

Sebelum mempelajari modul ini, pengambilan keputusan mungkin dilakukan secara spontan atau tanpa refleksi mendalam. Namun, setelah mempelajari modul ini, keputusan yang diambil lebih terstruktur, mempertimbangkan berbagai aspek moral, etika, dan dampaknya terhadap murid serta lingkungan sekitar.

  1. Dampak Pembelajaran Modul terhadap Cara Pengambilan Keputusan

Sebelum mempelajari modul ini, saya seringkali mengambil keputusan berdasarkan intuisi atau pengalaman pribadi. Pembelajaran ini memberikan wawasan yang lebih luas mengenai pentingnya refleksi dalam pengambilan keputusan, serta mendorong pengambilan keputusan yang lebih bijak dan berbasis nilai-nilai kebajikan universal. Setelah mengikuti pembelajaran ini, saya menjadi lebih sistematis dalam mengambil keputusan dan lebih memperhatikan konsekuensi dari setiap pilihan. Sebagai hasilnya, pendekatan dalam menghadapi dilema etika menjadi lebih matang dan terarah.

  1. Pentingnya Mempelajari Modul Ini bagi Seorang Pemimpin

Modul ini sangat penting bagi saya karena memberikan kerangka berpikir yang jelas dalam menghadapi bujukan moral dan dilema etika yang seringkali muncul dalam pekerjaan sebagai pendidik. Pengetahuan dan pengalaman ini tentu sangat membantu saya dalam mengambil keputusan yang lebih baik, bijak, dan bertanggung jawab. Mempelajari modul ini juga sangat penting bagi saya sebagai seorang calon guru penggerak, karena pengambilan keputusan yang tepat adalah inti dari kepemimpinan yang efektif. Pemimpin pembelajaran yang mampu membuat keputusan yang bijak akan memberikan dampak positif yang besar bagi pengembangan peserta didik dan lingkungan sekolah secara keseluruhan.


Rabu, 04 September 2024

Sebuah Koneksi Antar Materi dari Pembelajaran Berdiferensiasi

 

·         Buatlah kesimpulan tentang apa yang dimaksud dengan pembelajaran berdiferensiasi dan bagaimana hal ini dapat dilakukan di kelas.

Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha guru untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu murid. Pembelajaran berdiferensiasi juga berarti serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Agar pembelajaran berdiferensiasi ini dapat dilakukan di kelas, guru perlu mengkategorikan kebutuhan belajar murid dimana paling tidak berdasarkan 3 aspek. Ketiga aspek tersebut adalah: kesiapan belajar (readiness) murid, minat murid, dan profil belajar murid.

 

·         Jelaskan bagaimana pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu mencapai hasil belajar yang optimal. Jelaskan pula bagaimana Anda melihat kaitan antara materi dalam modul ini dengan modul lain di Program Pendidikan Guru Penggerak.

A.    Bagaimana Pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu mencapai hasil belajar yang optimal?

Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid memiliki keunikan masing-masing bahkan saudara kembar sekalipun akan berbeda. Perbedaan ini tentu perlu diakomodir dengan sebuah pendekatan. Dimana salah satunya pembelajaran berdiferensiasi. Kita sebagai guru tentu juga tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik (hasil belajar yang optimal) jika:

1.       Tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar);

2.       Tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat);

3.       Tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).

Apabila kita sudah dapat mengidentifikasi kebutuhan belajar murid sesuai 3 aspek tersebut maka dalam menerapkan atau cara melakukan pembelajaran berdiferensiasi di kelas dilakukan dengan mengkategorikan murid berdasarkan pembagian 3 kelompok atau lebih. Caranya dengan teknik berikut:

1.       Diferensiasi Konten:

o   Menyediakan materi pembelajaran yang bervariasi seperti video, gambar, permainan interaktif, atau kegiatan kelompok.

o   Menyesuaikan bahan ajar berdasarkan minat, gaya belajar, dan kesiapan murid.

2.       Diferensiasi Proses:

o   Menggunakan kegiatan berjenjang yang sesuai dengan tingkat pemahaman murid.

o   Menyediakan pertanyaan atau tantangan yang berbeda untuk setiap murid berdasarkan minat mereka.

o   Membuat agenda individual yang berisi daftar tugas dengan variasi waktu pengerjaan.

3.       Diferensiasi Produk:

o   Meminta murid untuk menunjukkan hasil belajar mereka dalam bentuk yang berbeda seperti karangan, pidato, video, diagram, atau proyek lainnya.

 

B.    Bagaimana kaitan antara materi dalam modul ini dengan modul lain di Program Pendidikan Guru Penggerak?

Kaitan antara materi dalam modul pembelajaran berdiferensiasi dengan modul filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara (KHD), nilai, peran, dan visi guru penggerak, serta budaya positif di program pendidikan guru penggerak:

1.       Kaitan antara pembelajaran berdiferensiasi dengan Filosofi KHD

Ing Ngarsa Sung Tuladha: Dalam konteks pembelajaran berdiferensiasi, guru harus menjadi teladan dalam menghargai perbedaan individual murid dan menunjukkan cara mengakomodasi kebutuhan masing-masing murid.

Ing Madya Mangun Karsa:  Guru harus mampu membangun semangat belajar murid melalui pendekatan yang sesuai dengan minat dan gaya belajar mereka.

Tut Wuri Handayani:  Guru memberikan dorongan dan dukungan kepada murid untuk mencapai potensi maksimal mereka dengan cara yang paling sesuai bagi masing-masing individu.

2.       Kaitan antara pembelajaran berdiferensiasi dengan nilai, peran dan visi guru penggerak

Kolaborasi:  Pembelajaran berdiferensiasi mendorong guru untuk bekerja sama dengan guru lain, orang tua, dan komunitas dalam merancang dan menerapkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan murid.

Inovasi:  Guru penggerak perlu berinovasi dalam merancang metode pembelajaran yang dapat mengakomodasi perbedaan individual murid, sehingga setiap murid merasa dilibatkan dan termotivasi untuk belajar.

Kepemimpinan:  Guru penggerak harus memimpin dengan memberikan contoh bagaimana pembelajaran berdiferensiasi dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar murid.

3.       Kaitan antara pembelajaran berdiferensiasi dengan budaya positif

Penghargaan terhadap keberagaman:  Pembelajaran berdiferensiasi menghargai keberagaman kemampuan, minat, dan gaya belajar murid yang merupakan fondasi dari budaya positif.

Lingkungan belajar yang inklusif:  Dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, guru menciptakan lingkungan belajar di mana setiap murid merasa diterima dan didukung.

Motivasi dan keterlibatan murid:  Ketika murid merasa bahwa kebutuhan dan minat mereka diperhatikan, mereka akan lebih termotivasi dan terlibat dalam proses belajar, yang memperkuat budaya positif di sekolah.

 

Dengan demikian, materi dalam modul pembelajaran berdiferensiasi sangat terkait erat dengan modul lain di Program Pendidikan Guru Penggerak sebelumnya (filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara, nilai, peran, dan visi Guru Penggerak, serta budaya positif). Semua paket pembelajaran modul ini saling mendukung untuk menciptakan pendidikan yang lebih inklusif, adaptif, dan memerdekakan murid serta menuntun saya untuk menjadi agen perubahan sekaligus pemimpin pembelajaran.

Rabu, 28 Agustus 2024

Penyebaran Pemahaman dan Pengalaman Budaya Positif di SMPN 12 Prabumulih

 

Pendahuluan

Sebagai calon guru penggerak, saya merasa sangat terhormat dapat berbagi pemahaman tentang modul budaya positif kepada rekan-rekan guru saya di SMP Negeri 12 Prabumulih. Modul ini memberikan perspektif baru dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan berpihak pada murid. Kegiatan aksi nyata dalam bentuk diseminasi ini menambah pemahaman saya dalam mempelajari dan menerapkan modul 1.4 budaya positif di sekolah. Saya begitu antusias dan jelas sedikit cemas ketika menjadi pembicara dihadapan dewan guru. Meskipun akhirnya saya dapat menyelesaikan dengan baik dan tanpa kekurangan apapun. Dalam sesi diseminasi, saya memulai dengan memberikan gambaran umum tentang pentingnya budaya positif dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Saya menjelaskan bahwa budaya positif melibatkan hubungan yang positif antara guru dan murid serta rasa memiliki di antara seluruh anggota kelas. Selanjutnya, saya menguraikan materi inti modul budaya positif dengan contoh konkret untuk mempermudah pemahaman rekan-rekan guru.

Adapun konsep-konsep kunci dalam Modul Budaya Positif, yaitu perubahan paradigma belajar, Disiplin Positif dan Nilai-Nilai Kebajikan Universal, Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi, Keyakinan Kelas, Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas, Restitusi - Lima Posisi Kontrol, Restitusi - Segitiga Restitusi. Semuanya akan kita bahas satu-persatu.

1.       Perubahan Paradigma Belajar

Salah satu konsep dasar dalam modul ini adalah perubahan paradigma. Kita diarahkan untuk beralih dari paradigma stimulus-respons, di mana perilaku murid dianggap sebagai reaksi terhadap tindakan guru, menuju teori kontrol. Dalam teori kontrol, guru memiliki peran aktif dalam menciptakan lingkungan belajar yang positif dan memotivasi murid untuk mengambil tanggung jawab atas perilaku mereka. Untuk membangun budaya yang positif, aman, nyaman, dan menyenangkan agar murid-murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab. Disiplin sangat berkaitan dengan kontrol guru terhadap murid.

2.       Disiplin Positif dan Nilai-Nilai Kebajikan Universal

Disiplin positif bukan hanya tentang hukuman, melainkan upaya untuk membimbing murid agar mampu mengatur diri sendiri dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang telah disepakati bersama. Nilai-nilai kebajikan seperti kejujuran, tanggung jawab, dan empati menjadi dasar dalam membangun disiplin positif. Diane Gossen menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal dari bahasa Latin, 'disciplina', yang artinya 'belajar'. Kata 'discipline' juga berasal dari akar kata yang sama dengan 'disciple' atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau pengikut, seseorang harus paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik. kata disiplin ini juga berkonotasi dengan disiplin diri dari murid-murid Socrates dan Plato. Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna. Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai. Namun dalam budaya kita, makna 'disiplin' telah berubah menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata 'disiplin' dengan ketidaknyamanan, bukan dengan apa yang kita hargai atau dengan nilai-nilai yang mereka percaya Tujuan disiplin positif adalah menanamkan motivasi intrinsik pada murid untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri nilai-nilai yang mereka percaya.

Nilai-nilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu. Nilai-nilai tersebut bersifat universal dan lintas bahasa, suku bangsa, agama maupun latar belakang. Setiap perilaku/perbuatan memiliki suatu tujuan (Dr. William Glasser pada teori kontrol, 1984) Dengan mengaitkan nilai-nilai kebajikan yang diyakini seseorang maka motivasi intrinsiknya akan terbangun, sehingga menggerakkan motivasi dari dalam untuk dapat mencapai tujuan mulia yang diinginkan (Diane Gossen, 1998). Dari nilai-nilai inilah disiplin positif dari dibangun.

 

3.       Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi

Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 motivasi perilaku manusia:

1.       Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman. Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya?

2.       Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, apa yang akan saya dapatkan apabila saya melakukannya?

3.       Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, saya akan menjadi orang yang seperti apabila saya melakukannya?

4.    Keyakinan Kelas

Suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam atau memotivasi secara intrinsik (dari dalam diri). Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, dari pada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna.

1)      Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan helm pada saat mengendarai kendaraan roda dua/motor?

(Kemungkinan jawaban Anda adalah untuk 'keselamatan').

2)      Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan masker dan mencuci tangan setiap saat?

(Kemungkinan jawaban Anda adalah 'untuk kesehatan dan/atau keselamatan').

Untuk mendukung motivasi intrinsik, kembali ke nilai-nilai/keyakinan-keyakinan lebih menggerakkan seseorang dibandingkan mengikuti serangkaian peraturan-peraturan.

5.       Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas

5 (lima) Kebutuhan Dasar Manusia

Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat satu persatu kelima kebutuhan dasar ini.

6.       Restitusi - 5 (lima)  Posisi Kontrol Guru

Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline (1998) mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan disiplin di dalam ruang-ruang kelas mereka selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat, memerdekakan, dan memandirikan murid, bagaimana dan mengapa? Melalui serangkaian riset dan berdasarkan pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer.

7.       Segitiga Restitusi

Diane Gossen dalam bukunya Restitution; Restructuring School Discipline, (2001) telah merancang sebuah tahapan untuk memudahkan para guru dan orangtua dalam melakukan proses untuk menyiapkan anaknya untuk melakukan restitusi, bernama segitiga restitusi/restitution triangle. 3 sisi dari Segitiga Restitusi yaitu: Menstabilkan Identitas, Validasi tindakan yang salah, dan Menanyakan keyakinan.

 

Penutup

Modul budaya positif memberikan kerangka kerja komprehensif untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif dan berpihak pada murid. Dengan menerapkan prinsip-prinsip dalam modul ini, kita dapat membantu murid tumbuh menjadi individu yang mandiri, bertanggung jawab, dan berkarakter profil pelajar pancasila. Demikian hasil diseminasi yang telah saya rangkum menjadi artikel pada blog pribadi saya. Berikut video diseminasi saya https://www.youtube.com/watch?v=58MrQOEQHSM

Sila tinggalkan komentar dan saran demi perbaikan tulisan saya ke depan.

Selasa, 02 Juli 2024

Kesimpulan dan refleksi pengetahuan serta pengalaman baru yang dipelajari dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara

 Assalamualaikum Wr. Wb..

 

Perkenalkan, Nama saya Rison, S.Pd. Saya adalah calon guru penggerak angkatan 11 dari SMP Negeri 12 Prabumulih. Pada kesempatan ini saya akan menyampaikan kesimpulan dan refleksi pengetahuan serta pengalaman baru yang dipelajari dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara.

 

Kesimpulan

Ki Hajar Dewantara adalah pelopor pendidikan di Indonesia, Beliau bangsawan Jawa dengan  nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, lahir pada tanggal 2 Mei 1889. Pada jaman  kolonial pendidikan sangatlah terbatas, dari kalangan masyarakat biasa diajarkan  pembelajaran membaca menulis dan berhitung dasar dengan tujuan untuk membantu  perdagangan para pemilik kongsi/pedagang hindia belanda dan hanya peserta didik-peserta didik bangsawan  yang bisa sekolah untuk mendidik calon pagawai. Dari sini dapat kita pahami bahwa pendidikan di Indonesia saat itu terbilang amatlah sempit karena mengadopsi gaya belajar kolonial/penjajahan. Maka, lahirlah bapak Ki Hajar Dewantara dalam memperkenalkan filosofis pendidikan di tanah air.

Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, telah meninggalkan warisan pemikiran filosofis yang mendalam bagi dunia pendidikan. Mempelajari pemikirannya membuka cakrawala baru dalam memahami hakikat pendidikan dan peran pentingnya dalam memajukan bangsa khususnya bangsa Indonesia.

Dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara ini, saya memperoleh pengetahuan baru tentang konsep pendidikan yang berpusat pada peserta didik. Pendidikan bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan, tetapi proses memanusiakan manusia. Peserta didik didik adalah kodrat alam dengan kodratnya sendiri, dan pendidik bertugas menuntun dan membimbing mereka untuk mencapai kodratnya tersebut.

Pengalaman baru yang saya dapatkan adalah penerapan filosofi "Tut Wuri Handayani". Guru bukan lagi sosok otoriter yang mendikte, tetapi menjadi fasilitator dan motivator bagi peserta didik. Pembelajaran di desain dengan berpihak pada peserta didik, berorientasi pada kebutuhan dan minatnya.

Pemikiran Ki Hadjar Dewantara juga menekankan pentingnya pendidikan karakter. Pendidikan bukan hanya mengembangkan intelektualitas, tetapi juga budi pekerti dan akhlak mulia. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat, serta mewujudkan pemerataan, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan.

 

Selanjutnya saya akan merefleksi diri melalu 3 pertanyaan berikut:

1.      Apa yang Anda percaya tentang peserta didik dan pembelajaran di kelas sebelum  Anda mempelajari modul 1.1?

Sebelum mempelajari modul 1.1 mengenai Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional – Ki Hajar  Dewantara, sebagai guru saya meyakini beberapa hal sebagai berikut:

1)      Saya meyakini kelas yang diam, peserta didik yang penurut merupakan gambaran kegiatan belajar yang ideal dalam proses pembelajaran.

2)      Saya percaya bahwa dengan memaksakan peserta didik menyelesaikan tugas/kegiatan sampai selesai membuat mereka lebih bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan.

3)      Saya memberikan hukuman kepada peserta didik yang tidak dapat menyelesaikan tugas dengan hukuman yang biasa saya terima saat bersekolah dulu misalnya dengan ancaman mengurangi jam istirahat mereka atau pulang lebih akhir.

4)      Saya tidak begitu mempedulikan apakah peserta didik sudah benar-benar paham terhadap materi atau tidak, karena fokus saya lebih mengejar ketuntasan materi dalam setiap semester atau tahun.

5)      Saya hanya meminta peserta didik menghafal dan mengingat materi yang saya ajarkan tanpa memikirkan bagaimana proses materi tersebut dapat dipahami dengan sepenuhnya oleh peserta didik.

6)      Saya sering merasa gagal dan mengeluh jika banyak peserta didik yang tidak tuntas setelah  melakukan evaluasi/ulangan.

 

2.      Apa yang berubah dari pemikiran atau perilaku Anda setelah mempelajari  modul ini?

Setelah saya mempelajari modil 1.1 tentang Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara banyak  pemahaman yang saya dapatkan. Saya merasa kagum dengan filosofi pendidikan Ki Hajar  Dewantara, bagaimana selama ini saya telah membunuh karakter mereka sebagai peserta didik,  memaksakan kehendak saya sebagai orang yang lebih tahu segalanya dibandingkan mereka. Pemikiran KHD terhadap pendidikan sangat luas dan mendalam serta membuat saya mengerti bagaimana sebaiknya memperlakukan peserta didik dalam proses pembelajaran. Seharusnya saya lebih memberi dorongan dan tuntunan terhadap segala kekuatan qodrat yang dimiliki peserta didik agar ia  mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

Guru sebagai  among yang menuntun segala qodrat pada peserta didik yaitu qodrat alam dan qodrat zaman. Qodrat alam yang di miliki peserta didik yaitu kemampuan atau potensi yang di miliki peserta didik sejak lahir, hanya saja masih seperti garis samar, tugas saya sebagai seorang guru adalah menebalkan garis samar tersebut. Misalnya kemampuan yang dimiliki peserta didik yang semula belum baik maka dituntun  untuk menjadi baik dan yang sudah baik dituntun menjali lebih baik lagi. Seorang guru yang sebagai among menuntun peserta didik untuk membangun pengetahuan dan budi pekerti, agar  mereka memerdekakan diri sendiri dan orang lain. Pendidik dan seluruh warga sekolah harus menanamkan nilai-nilai karakter budi pekerti agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Pendidik juga harus menghargai keragaman, bahwasanya setiap peserta didik mempunyai sifat unik yang mana mereka mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Tentunya karakteristik peserta didik yang berbeda-beda tersebut tidaklah sama penanganannya. Sebagai pendidik saya harus terbuka namun tetap waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Kodrat alam peserta didik berbeda-beda. Kodrat alam peserta didik yang tinggal di pedesaan akan beda kodratnya dengan peserta didik yang tinggal di wilayah perkotaan. Mereka akan  memiliki potensi, bakat dan minat yang berbeda. Maka sebagai pendidik saya harus menyadari bahwa setiap  peserta didik itu beragam dan mempunyai keunikan masing-masing. Sedangkan kodrat zaman  berhubungan dengan zaman yang dialami oleh peserta didik pada saat pengajaran atau  pendidikan berlangsung. Untuk pendidikan saat ini, para pendidik harus menekankan pada  kemampuan peserta didik untuk memiliki keterampilan abad ke 21.

3.      Apa yang dapat segera Anda terapkan lebih baik agar kelas Anda  mencerminkan pemikiran KHD?

Setelah mempelajari filosofis pemikiran Ki Hajar Dewantara, ada beberapa hal yang harus saya ubah. Meskipun perubahan itu tidak seluruhnya namun saya berkomitmen untuk memulai perubahan mengajar di kelas yang dimulai dari hal-hal kecil. Secara umum, saya akan memberi berbagai hak mereka sebagai peserta didik yang merdeka sebagi insan yang  memiliki kebebasan dalam menentukan mana yang mereka sukai, minati dan mana yang  tidak layak diberikan sebagi sebuah bentuk paksaan atau ancaman, saya akan memberikan tuntunan kepada  setiap individu dari peserta didik saya untuk mereka mengekspresikan apa yang mereka inginkan, apa yang mereka butuhkan, dan apa yang mereka miliki untuk saya asah, saya tuntun  dan saya ayomi. Saya akan memberikan mereka kemerdekaan untuk memilih cara belajarnya sendiri, untuk memilih kegiatan dalam belajar sesuai dengan minat  dan kebutuhan peserta didik, saya tidak akan memaksa peserta didik untuk mengerjakan suatu kegiatan sampai selesai dan baru bisa menilainya, karena kemampuan peserta didik hanya bisa di lihat dari  prosesnya bukan hasilnya.

Selain itu saya juga harus lebih ikhlas dan sabar agar terwujud pembelajaran yang menyenangkan dan berpusat pada peserta didik. Sesuai apa yang saya sampaikan di atas, setiap peserta didik lahir dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Khususnya kodrat zaman, saya sebagai pendidik memastikan setiap kemampuan peserta didik memiliki keterampilan abad ke 21 seperti (kreatif, berpikir kritis, kolaborasi, dan komunikasi).

Selain itu, untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, menarik dan inovatif saya harus merencanakan pembelajaran dengan matang dan menyiapkan  kegiatan pembelajaran yang beragam dengan berbagai aktivitas ragam permainan, menyisipkan ice breaking, pembelajaran berdiferensiasi, selain itu juga terkadang  kami melakukan kegiatan pembelajaran dilingkungan luar kelas dengan belajar di alam  terbuka seperti petualangan dan penjelajahan. Hal ini selain dalam rangka menghilangkan rasa jenuh juga untuk memberikan pengalaman yang nyata (kontekstual)  tentang alam dan lingkungan sekitar mereka, belajar memahami apa yang ada di lingkungan mereka, belajar berinteraksi dengan lingkungan untuk menumbuihkan rasa cinta  dan mengenal kearifan lokal dilingkungannya agar mereka merasa bangga dan mau untuk  melestarikannya baik dari aspek sosial, ekonomi maupun budaya.

 

Salam Guru Penggerak!!!

Tergerak, bergerak, menggerakkan!

 

Wassalamualaikum Wr. Wb..